Skip to main content

Bung Besar

Dalam satu atau dua hari yang lalu, seseorng men-tag link foto-foto berwarna presiden Soekarno dengan John Fitzgerald Kennedy (JFK) di grup F***B**K Madrasah sekolah menengah saya dulu. Menarik melihat Soekarno dengan Kennedy begitu akrab. Di foto-foto itu ada Jack dan Pak Karno berjalan sangat akrab dengan diiringi rombongan pengikutnya di belakang, Soekarno menggandeng tangan John F Jr. Singkat cerita Pak Karno seperti mengunjungi adeknya dalam muhibah tersebut.

Hal yang menggelitik saya adalah bahwa dalam sejarahnya, Soekarno adalah seorang anti Amerika. Ini bisa kita saksikan dalam pidato-pidato nya, dari mulai pidato propaganda perang dunia kedua mendukung jepang sampai ganyang Malaysia. Dalam suasana perang dunia kedua soekarno terkenal dengan semboyan Amerika kita setrika, Inggris kita linggis. Setelah kemerdekaan pun demikian, Go to hell with your aid katanya pada Truman. Secara idepun Pak Karno adalah sosialis tulen, sedangkan Amerika adalah lahir batin anti sosialisme. Dalam suatu pidato di istana negara bahkan pak karno menegaskan kekomunisannya dengan mengatakan bahwa pacasila tidak anti kom dan kalau rakyat indonesia mengaku anak sukarno, dia tidak mau punya anak yang tidak kiri.

Mengingat hal ini, saya tersenyum sendiri menyaksikan kemesraan Sukarno dengan amerika waktu itu. Disitu terlihat indahnya wajah politik. Pernah pada suatu kali, dalam suatu cerita dengan Inyiak Etek, adik laki-laki dari nenek, kami pernah membahas hal ini. Beliau mengatakan kalau Sukarno itu dalam hubungan dengan Amerika berlaku munafik. Menurut analisa kakek saya tersebut, Sukarno berteman dengan Kennedy untuk alasan penyelesaian permasalahan Irian Barat saja. Setelah Belanda bisa dipaksa untuk melakukan referendum, dan Irian Barat resmi menjadi bagian Indonesia Sukarno kembali  ke kom-nya. Secara pribadi saya pun sependapat dengan beliau, tapi  saya juga menyaksikan bahwa saat itu bukan saja sukarno yang memanfaatkan Amerika, tetapi Amerika pun mencoba mempengaruhi Indonesia dengan mencoba menanam jasa. Dalam hal ini saya melihat sah-sah saja hal yang dilakukan Sukarno demikian.


Mengenang dan berbicara tentang si Bung nomor satu ini memang tidak ada habisnya. Terus terang saya bukan pengagum Pak Karno. Saya hormat pada beliau atas jasanya dan karismanya. Tidak ada seorang pemimpin Indonesia dari dulu hingga kini yang bisa menyatukan Indonesia hanya dengan modal karisma. Rakyat bahkan rela tidak makan demi nama Sukarno. Cerita susahnya Indonesia di jaman tahun 60an selalu dikalahkan dengan cerita bangganya dipimpin Sukarno. Sebuah Video di Youtube, dibuat untuk diedarkan di  Amerika oleh duta besar Indonesia di Amerika jaman itu, Anak Agung, dapat menjadi gambaran keidentikan Indonesia dengan sukarno pada masa itu.  Gambaran Jakarta jaman itu, Indonesia yang lugu, membuat saya yakin rendahnya mental bangsa saat ini bukan karena kekurangan makan atau kemiskinan, tetapi ketiadaan karakter.




Terlepas dari kepemimpinannya pribadi sukarno adalah pribadi yang sangat rumit. Secara intelektual banyak yang bilang beliau brilian. Ada pula yang bilang Sukarno sosok yang relijius, ada yang bilang flamboyan, yang pasti amat sangat banyak yang mengidolakan. Akan tetapi, entah mengapa saya tidak pernah punya kesempatan mengidolakan si Bung besar ini.

Semasa kecil, dari sebelum sekolah sampai SD, Suharto adalah idola saya. Bahkan sampai-sampai saya bercita-cita ingin jadi Soeharto kalau besar nanti. Jangan ditanya sebabnya. Indonesia 80an adalah Soeharto. Setelah masuk ke sekolah menengah, idola saya adalah pedagang pasar. Kehidupan di pesantren membangkitkan kesadaran lingkungan saya, kebahagiaan saya lihat di wajah para pedagang. Saat testosteron mulai masuk ke pembuluh darah, suasana berubah. Lingkungan pesantren terasa buntu, dan sekolah menengah pelat kuning (umum maksudnya) jadi bahan pelarian. Idola pun berubah. Sosok orang tua yang bengal dari Haji Agussalim menjadi ukuran sebelum Bung kecil Syahrir mengambil alih. Setelah masa sekolah menengah terlampaui, perkenalan dengan Kant, Marx, Nietsche membawa sosok tokoh misterius dari dalam kegelapan, Tan Malaka, tapi tidak si Bung.

Pernah ada masa, sebelum lembar pertama Madilog dibuka, saat usia genap dua dasawarsa ada rasa ingin menjadikan Pak Karno idola. Akantetapi, saat menelusuri Dibawah Bendera Revolusi-nya, datang pula Kapita Selekta-nya Natsir. Didalamnya ditampilkan pergelutan ide antara Pak Karno dan Buya. Kekaguman pada si Bung Besar yang sedang mau tumbuh bagai bung kembang tak jadi. Beberapa ide si Bung yang besar terasa hambar ditampar buya dengan dalil dan akal sehatnya. Akhirnya hilanglah keidealan si Bung Besar. Hilang pula sarat utama untuk jadi idola saat testosteron merajai darah. Setelah Madilog terbaca, dan ditemukannya misteri dan gokilnya Tan Malaka, sosok si Bung ditariklah dari peredaran sebelum diedarkan.

Foto-foto Bung Karno dengan Jack Kennedy tadi serta video-video lama tentang Soekarno mengingatkan kembali pada cerita ini. Ingin rasanya menjadikannya idola. Selain terkesan vintage, juga serasa akan lebih bergelora kalau pernah mengidolakannya. Setidaknya lengkap nasionalisme ke Indonesiaan saya di buatnya. Namun, memang jodoh tidak mempertemukan. Tidak mungkin lagi saya mengidolakannya saat ini. Pidato-pidatonya yang wah dan penuh ide-ide tetapi tercerabut dari kenyataan, membuatnya kalah dalam nalar saya yang terlalu. Cerita kekaguman DN Aidit pada Hatta tetapi tidak pada sukarno juga menambah parah. Akhirnya saya menyerah, biar anda bukan idola, terimalah hormat saya Pemimpin Besar Revolusi Indonesia.

Menimbang perkembangan pengidolaan saya pada Beliau yang kandas di tengah jalan, saya coba memperkirakan dimana seharusnya dia menjadi idola. Saya yakin bahwa sepatutnya ada masa saya mengidolakannya. Tidak saja karena Bung ini Proklamator Kemerdekaan Indonesia, tapi karean dia adalah tokoh yang berkharisma. Seharusnya ada cukup cerita yang dapat menumbuhkan kekaguman padanya sebelum saya menjadi terlalu kritis.
Mengingat hal ini sekarang, sungguh saya sayangkan penyiaran filem G30 S/PKI di TVRI pada masa tahun 80-an. Entah ini sekedar mencari kambing hitam, tetapi yang jelas untuk saya Bung Besar tenggelam karena filem ini. Filem ini selain yang pasti mendatangkan mimpi buruk, tapi juga menumbuhkan keraguan pada tokoh pejuang kemerdekaan jauh sebelum patutnya keraguan itu boleh tumbuh.

Untuk anak sekolah dasar, penggambaran fisik adalah juga gambaran utuh kepribadian. Gambaran tokoh proklamator yang muda dan gagah, pejuang yang tak kenal lelah, pemimpin yang dihormati baru saja akan tumbuh dalam otak kami saat itu. Arifin C. Noor membawa sosok orang tua gemuk dengan muka bopeng merusak gambaran indah itu.  Penampilan shak wasangka bahwa Sukarno mendukung PKI padahal telah ditanamkan kebejatan PKI sejak dini membuat hilangnya kewibawaan si Bung di mata kami.

Menurut hemat saya, seharusnya rasa nasionalisme pada anak-anak ditumbuhkan secara murni berdasarkan kewiraan dan kepemimpinan pemimpin. Kurun waktu kanak-kanak adalah kesempatan untuk menanam bibit kepemimpinan. Tauladan kepemimpinan yang mumpuni seperti Soekarno ini seharusnya dapat diberdayakan mempersiapkan pemimpin masa depan.

Dengan tidak merendahkan nilai kepemimpinan Soeharto, saya merasa kepemimpinan Soekarno lebih cocok untuk anak-anak. Pendapat ini saya dasarkan pada keyakinan saya bahwa kanak-kanak adalah masa imajinatif. Imajinasi adalah padanan untuk ide dan Sukarno adalah Idealisme berjalan. Tidak masalah apakah dia berteman dengan Mao, Nehru, Tito, Kruschev atau Kennedy, Soekarno adalah idealisme Soekarno. Penampilan teatrikal, kepemimpinan yang hadir, akan dapat lebih dirasakan oleh anak-anak. Sekedar hipotesis saja, tidak lebih, saya rasa idealisme ini dapat membentuk generasi yang lebih berkarakter.

Berbeda dengan Soekarno, Soeharto adalah pemimpin politis. Soeharto memimpin seolah Sun Stzu, penuh liku dan intrik. Dalam kata lain, Soeharto memimpin dengan metode. Hal ini tidak kalah dengan kepemimpinan gaya Soekarno memang, malah terbukti unggul dalam pertarungannya, tetapi untuk anak-anak hal ini membebani. Kepemimpinan yang tidak tampak ini membikin bingung mereka, bukan karena tidak cukup cerdas, tapi semata-mata karena wawasan yang belum terbangun. Walaupun nisbi karakter, pemberitaan yang luas, kampanye dan nuansa politik masa tahun 60-an akhir, 70 an, 80an dan 90an sampai masa paceklik moneter, Suharto menjadi satu-satunya patron pemimpin idola.

Dalam hipotesis saya, kenisbian karakter idola dimasa kecil ini mengakibatkan nisbinya karakter sebagian besar anak muda Indonesia. Dapat kita lihat dari minimnya tokoh yang dapat tampil berkarakter alami di Indonesia saat ini. Tidak saja di bidang politik, tetapi saya melihat gejala ini di berbagai bidang. Penyebaran alay dan manusia kawe super maupun kawe 1. mungkin salah satunya gejala awalnya. Rendahnya mutu karya pekerja seni, tidak adanya prestasi olah raga, galaunya anak-anak muda adalah bagian lainnya. Perilaku opportunist birokrat dan pemain politik, perilaku carimuka di segala bidang, internalisasi pencitraan di instansi-instansi dapat juga merupakan contoh lainnya. Lebih jauh lagi, sikap alim para penjahat, sikap jaga wibawa pimpinan lembaga, politik tebar pesona presidennya bukan tidak mungkin juga adalah akibat hal ini.

Kesimpulannya, salam hormat untuk para pendiri bangsa.

Comments

Popular posts from this blog

La Belle Dame sans Merci, John Keats

 O what can ail thee, knight-at-arms,                      Apa yang kan mengganggumu Kesatria Bersenjata Alone and palely loitering?                                         Sendiri dan pucat iseng berdiri The sedge has withered from the lake,                Ibus mengering jauh dari danau And no birds sing.                                              Dan tiada burung beryanyi O what can ail thee, knight-at-arms,                     Apa yang kan mengganggumu Kesatria So haggard and so woe-begone?                          begitu gagah dan tenggelam dalam duka The squirrel’s granary is full,                               Lubang tupai telah penuh And the harvest’s done.                                              dan masa panen berakhir I see a lily on thy brow,                                              Ku lihat lily di alismu With anguish moist a

sentuh

  Dari suluruh indra sentuhan adalah hal yang paling tidak terdokumentasi, tapi paling dekat ke jiwa. Mungkinkah dimikian otak manusia bekerja? Suara dan gambar yang bisa direkam masih bisa diindahkan datangnya, mata dan telinga nyata memodelkan memory akan hadirnya dalam ingatan. Indera yang tidak terekam dalam alat, terekam lebih kuat. Aroma kental menguasai suasana hati, paling gampang membayangkan suatu ketika dengan aroma, demikian pula rasa. Tapi yang paling tidak tertahankan karena begitu nyata rasanya adalah sentuhan. Ketika ada yang bertanya apakah aku baik-baik saja, ku bilang, “time will heal”.Delapan bulan berlalu, ketika rinduku makin memuncak, lukanya makin meruyak, jiwaku makin rapuh. Pelan-pelan memang ku mulai terbiasa menjalani hidup sendiri, tapi ketika hal-hal yang mengingatkan akan diri kekasih yang telah pergi, perihnya makin menjadi. Rindu makin tidak tertahankan. Ketika sepi sendiri, dalam imajinasi tidak lagi terdengar suara, tidak terbayan

Stop Being A Manager

  Modern world has made too much manager and just too few leader.  To excel, organizations need leaders more than manager. The most obvious difference between leader an manager is that managers run what they were told to while a leader run the organization and set what is it to be done to the organization. The most important rule for leader is that he take the burden and the blame for he designated the objective to the organization. I am sick of managers and long for the transformation and understanding of the talents to be a leader. Leader do not shat Pada suatu kesempatan di bulan Mei 2013, Waka Polri mengatakan bahwa setiap tahun 300 sampai 500 anggota polri dipecat karena melanggar kode etik sehingga tidak pantas jadi polisi. Pada bulan Desember 2012, Dirjen Bea Cukai mengatakan 7 pegawainya dipecat dan 22 orang turun pangkat .  Pada Bulan April 2012, Kabid Penindakan dan Penyidikan Kanwil Bea Cukai Jakarta, Hatta Wardhana  mengatakan kalau ada pegawai menerima suap a