Tadi malam anakku merajuk. Dia minta dibelikan anggur, tapi oleh istri tidak dibelikan. Istriku bukan tidak mau membelikan, buah itu tidak ada di pasar. Terasa sedih dihatiku. Sungguh terasa miskin badan ini, anak minta buah aku tak sanggup membelikan.
Terenyuhnya hatiku mungkin belum seberapa. Aku yakin ada lebih banyak hati orang tua yang sedih diluar sana. Mereka bekerja keras dan mendapat penghasilan yang seharusnya mereka tidak hidup miskin. Tapi, sungguh sayang, negara membuat mereka miskin.
Sungguh sangat berbeda dengan apa yang ku mengerti. Selama ini ku berpikir tujuan negara adalah untuk memakmurkan rakyat.
Bulan-bulan terakhir, pemeritah bermain-main dengan kebijakan perdagangan. Mereka membatasi impor buah, sayur (hortikultura), terigu dan daging. Pemasukan barangpun dibatasi ke pelabuhan tertentu. Menteri perdagangan dan pertanian beralasan bahwa kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing petani. Tujuannya agar petani hidup lebih makmur. Apa hubungannya anggur dengan petani Indonesia. Sejak kapan Indonesia bisa memproduksi anggur. Apakah presiden dan menterinya itu tidak tahu bahwa mereka bisa mengatur barang yang benar-benar perlu diatur dan mengecualikan apa yang tidak perlu.
Kebijakan yang bodoh tidak kalah berbahayanya dengan korupsi, bahkan lebih berbahaya. Terpikir olehku, sekaya-kayanya Gayus, sejaya-jayanya jendral Djoko, mereka tak pernah membuatku merasa miskin. Pencurian yang mereka lakukan terhadap negara tidak sampai membuat rakyat bangsa ini miskin. Tetapi ini, saat beberapa orang baik-baik, membuat kebijakan, rakyat dimiskinkan. Ternyata benar, dipimpin orang bodoh lebih berbahaya daripada bertemu penjahat.
Ku coba pikirkan apa alasan mereka membatasi impor produk-produk hortikultura. Kalau katanya karena buah sekarang dukuasai buah asing, sehingga usaha petani buah tidak dapat bisa tumbuh, baiklah, tapi apakah semua yang mereka batasi itu. Terlihat sekarang, harga-harga melonjak tidak karuan. petani yang belum sempat berkembang mungkin sudah mati lebih dahulu. untuk beli sekilo bawang mereka harus menjual setengah karung padi. Untuk dapat makan buah, mereka harus menjual setengah karungnya lagi. Sungguh kebijakan ini tidak betul sama sekali.
Kalau mau membantu petani, aturlah barang yang diproduksi petani saja. Kebijakan impor bukanlah pilihan optimal untuk mensupport pertanian. Alasannya jelas, bahwa pembatasan impor adalah pedang bermata dua. Selain bisa menaikkan harga jual petani, tetapi juga menaikkan harga konsumen. Daripada melakukan hal ini, adaah lebih baik petani diberi berikan bantuan langsung baik berupa pupuk yang murah, pemasaran yang jelas, atau bahkan berikan uang tunai. Apa yang pemerintah lakukan sekarang sama halnya dengan mencoba meangkap kambing dengan umpan sapi. Nalar siapa yang bisa membenarkannya.
Terbit tanda tanya, bagaimana pemimpin bangsa ini bisa mengambil keputusan ini. Dalam analisaku ada dua kemungkinan. Pertama, mereka bodoh. Kalau asumsi ini yang kita ambil, berarti kita selama ini telah tertipu. Walaupun mereka bertitel dan berpenampilan terdidik, ternyata kita dipimpin orang-orang tolol. Dibalik penampilan intelek mereka ternyata bodoh. Untuk itu, sudah sepantasnya kita sebagai bangsa malu. Sudah saatnya kita ikut taufik Ismail, mengaku bahwa kita malu jadi orang Indonesia. Satu-satunya upaya penghapus malu ini adalah menghilangkan sumber malu itu. Caranya ya tentu saja ganti dengan yang pintar.
Kalau kita rasa tidak mungkin mereka bodoh, bisa kita ambil asumsi kedua, meraka melakukannya denan maksud tertentu. Apa alasan mereka mau merugikan masyarakat luas, menyalahi sumpah jabatan membuat kebijakan terbaik untuk bangsa ini? Menurut asumsiku, mungkin karena ada yang mereka untungkan.
Perbedaan harga adalah sumber keuntungan. Pedagang manapun pasti setuju dengan hal ini. Kalau ada orang yang bisa membuat beda harga sesuka hatinya, pedagang pasti dengan suka rela membayarnya.
Mungkinkah pemimpin bangsa ini telah melakukan hal ini? Kalau mereka tidak bodoh, hanya ini penjelasan logis yang ku punya. Kalau dipikir-pikir, memang sebentar lagi 2014. Sebentar lagi orang-orang ini akan keluar uang banyak. Ada pula yang sebentar lagi berakhir masa jabatannya. Mungkin mereka berpikir sudah saatnya panen.
Apa yang mereka lakukan adalah mengatur bahwa ada beda harga antara pasar interasional dan dalam negeri. Dalam situasi ini siapa saja yang mendapat fasilitas untuk impor, akan mendapat keuntungan berlipat. Dalam bahasa ekonom, keuntungan tidak normal ini disebut rent (atau diterjemahkan rente). Dalam bahasa alquran hal ini disebut riba. Kesimpulannya, orang-orang yang meembuat keputusan mengambil kebijakan ini telah menjadikan negara rentenir.
Mereka telah mengkhianati kepercayaan. Otoritas yang mereka miliki telah mereka pergunakan untuk memperkaya disri sendiri atau orang lain. Mereka telah korupsi. Kalau ditimbang efek korupsi mereka, bisa dipastikan kerugiannya jauh lebih besar dari pada korupsi yang ditangkap KPK saat ini. Dipostingan sebelum ini kuperkirakan besarnya keuntungan yang dibagikan untuk produk daging saja lebih dari dua trilyun rupiah. Bisa dibayangkan berapa total kerugian yang mereka timbulkan. Pantas saja efeknya membuat ku merasa miskin. Dibanding mereka Gayus cuma coro. Kalau boleh diberi julukan, mereka ini adalah apa yang disebut iwan fals Bento.
Kalau kita pikir-pikir lagi, kalau mereka korupsi, kenapa KPK tidak dapat menangkap mereka? Jawabnya jelas, mereka pintar. Kalau begitu, asumsi pertama bahwa mereka tolol gugur? Ya, tentu saja. Jadi Kita harus berbangga bahwa kita tidak dipimpin orang bodoh. Kita dipimpin orang pintar. Tidak perlu kita malu jadi orang Indonesia.
Tapi, ya itu, mereka penjahat, maling, rentenir. Kita diatur oleh Bento....
Terenyuhnya hatiku mungkin belum seberapa. Aku yakin ada lebih banyak hati orang tua yang sedih diluar sana. Mereka bekerja keras dan mendapat penghasilan yang seharusnya mereka tidak hidup miskin. Tapi, sungguh sayang, negara membuat mereka miskin.
Sungguh sangat berbeda dengan apa yang ku mengerti. Selama ini ku berpikir tujuan negara adalah untuk memakmurkan rakyat.
Bulan-bulan terakhir, pemeritah bermain-main dengan kebijakan perdagangan. Mereka membatasi impor buah, sayur (hortikultura), terigu dan daging. Pemasukan barangpun dibatasi ke pelabuhan tertentu. Menteri perdagangan dan pertanian beralasan bahwa kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing petani. Tujuannya agar petani hidup lebih makmur. Apa hubungannya anggur dengan petani Indonesia. Sejak kapan Indonesia bisa memproduksi anggur. Apakah presiden dan menterinya itu tidak tahu bahwa mereka bisa mengatur barang yang benar-benar perlu diatur dan mengecualikan apa yang tidak perlu.
Kebijakan yang bodoh tidak kalah berbahayanya dengan korupsi, bahkan lebih berbahaya. Terpikir olehku, sekaya-kayanya Gayus, sejaya-jayanya jendral Djoko, mereka tak pernah membuatku merasa miskin. Pencurian yang mereka lakukan terhadap negara tidak sampai membuat rakyat bangsa ini miskin. Tetapi ini, saat beberapa orang baik-baik, membuat kebijakan, rakyat dimiskinkan. Ternyata benar, dipimpin orang bodoh lebih berbahaya daripada bertemu penjahat.
Ku coba pikirkan apa alasan mereka membatasi impor produk-produk hortikultura. Kalau katanya karena buah sekarang dukuasai buah asing, sehingga usaha petani buah tidak dapat bisa tumbuh, baiklah, tapi apakah semua yang mereka batasi itu. Terlihat sekarang, harga-harga melonjak tidak karuan. petani yang belum sempat berkembang mungkin sudah mati lebih dahulu. untuk beli sekilo bawang mereka harus menjual setengah karung padi. Untuk dapat makan buah, mereka harus menjual setengah karungnya lagi. Sungguh kebijakan ini tidak betul sama sekali.
Kalau mau membantu petani, aturlah barang yang diproduksi petani saja. Kebijakan impor bukanlah pilihan optimal untuk mensupport pertanian. Alasannya jelas, bahwa pembatasan impor adalah pedang bermata dua. Selain bisa menaikkan harga jual petani, tetapi juga menaikkan harga konsumen. Daripada melakukan hal ini, adaah lebih baik petani diberi berikan bantuan langsung baik berupa pupuk yang murah, pemasaran yang jelas, atau bahkan berikan uang tunai. Apa yang pemerintah lakukan sekarang sama halnya dengan mencoba meangkap kambing dengan umpan sapi. Nalar siapa yang bisa membenarkannya.
Terbit tanda tanya, bagaimana pemimpin bangsa ini bisa mengambil keputusan ini. Dalam analisaku ada dua kemungkinan. Pertama, mereka bodoh. Kalau asumsi ini yang kita ambil, berarti kita selama ini telah tertipu. Walaupun mereka bertitel dan berpenampilan terdidik, ternyata kita dipimpin orang-orang tolol. Dibalik penampilan intelek mereka ternyata bodoh. Untuk itu, sudah sepantasnya kita sebagai bangsa malu. Sudah saatnya kita ikut taufik Ismail, mengaku bahwa kita malu jadi orang Indonesia. Satu-satunya upaya penghapus malu ini adalah menghilangkan sumber malu itu. Caranya ya tentu saja ganti dengan yang pintar.
Kalau kita rasa tidak mungkin mereka bodoh, bisa kita ambil asumsi kedua, meraka melakukannya denan maksud tertentu. Apa alasan mereka mau merugikan masyarakat luas, menyalahi sumpah jabatan membuat kebijakan terbaik untuk bangsa ini? Menurut asumsiku, mungkin karena ada yang mereka untungkan.
Perbedaan harga adalah sumber keuntungan. Pedagang manapun pasti setuju dengan hal ini. Kalau ada orang yang bisa membuat beda harga sesuka hatinya, pedagang pasti dengan suka rela membayarnya.
Mungkinkah pemimpin bangsa ini telah melakukan hal ini? Kalau mereka tidak bodoh, hanya ini penjelasan logis yang ku punya. Kalau dipikir-pikir, memang sebentar lagi 2014. Sebentar lagi orang-orang ini akan keluar uang banyak. Ada pula yang sebentar lagi berakhir masa jabatannya. Mungkin mereka berpikir sudah saatnya panen.
Apa yang mereka lakukan adalah mengatur bahwa ada beda harga antara pasar interasional dan dalam negeri. Dalam situasi ini siapa saja yang mendapat fasilitas untuk impor, akan mendapat keuntungan berlipat. Dalam bahasa ekonom, keuntungan tidak normal ini disebut rent (atau diterjemahkan rente). Dalam bahasa alquran hal ini disebut riba. Kesimpulannya, orang-orang yang meembuat keputusan mengambil kebijakan ini telah menjadikan negara rentenir.
Mereka telah mengkhianati kepercayaan. Otoritas yang mereka miliki telah mereka pergunakan untuk memperkaya disri sendiri atau orang lain. Mereka telah korupsi. Kalau ditimbang efek korupsi mereka, bisa dipastikan kerugiannya jauh lebih besar dari pada korupsi yang ditangkap KPK saat ini. Dipostingan sebelum ini kuperkirakan besarnya keuntungan yang dibagikan untuk produk daging saja lebih dari dua trilyun rupiah. Bisa dibayangkan berapa total kerugian yang mereka timbulkan. Pantas saja efeknya membuat ku merasa miskin. Dibanding mereka Gayus cuma coro. Kalau boleh diberi julukan, mereka ini adalah apa yang disebut iwan fals Bento.
Kalau kita pikir-pikir lagi, kalau mereka korupsi, kenapa KPK tidak dapat menangkap mereka? Jawabnya jelas, mereka pintar. Kalau begitu, asumsi pertama bahwa mereka tolol gugur? Ya, tentu saja. Jadi Kita harus berbangga bahwa kita tidak dipimpin orang bodoh. Kita dipimpin orang pintar. Tidak perlu kita malu jadi orang Indonesia.
Tapi, ya itu, mereka penjahat, maling, rentenir. Kita diatur oleh Bento....
Comments
Post a Comment