Arti Jan Asa Malantong adalah jangan asal meletus. Maknanya, kalau bicara, berkomentar jangan asal. Sudah lama ku tahan tidak komentar tentang apa-apa, setidaknya di blog ini, tapi seperti kentut yang ditahan-tahan, lama kelamaan harus juga dilepaskan. Karena merasa "aa nan takana" kadang tak semua harus dikatakan, blog ini telah lama tidak diberi perhatian. Sebenarnya selama ini bukan tidak ada yang mengganjal, hanya saja ku tahan. Pikirku, ide dan pendapat harus ditimbang dang di matangkan sebelum diungkapkan.
Hari ini yahoo bikin ku mencret. Di main wall-nya yahoo menempelkan artikel "gilanya mobil murah". Artikel ini dari Tribun News, mengomentari proyek mobil murah yang sedang ramai saat ini. Secara kualitas, artikel ini memang jurnalisme junk. Pemberitaan hanya berputar pada melaporkan pendapat Rommy, calon senator DKI. Pak calon senator (ngeriiii...) mengatakan bahwa ide mobil murah gila karena pertama berpotensi menimbulkan kemacetan, kedua akan meningkatkan konsumsi BBM, ketiga akan memberi beban pada masyarakat miskin (karena orang miskin hanya mikirin makan), dan terakhir dia menyayangkan komentar MS Hidayat pada Joko bahwa Jakarta harus memberikan hak warga miskin untuk membeli mobil murah yang bertolak belakang dengan pernyataan kalau memakai bensin (bukan pertamax) mobil ini hanya akan tahan dua tahun. Kurang ajar sekali dia. Baru beberapa hari lalu aku dan istri berbinar karena ada harapan segera punya mobil, dengan seenaknya dikatakannya ide ini gila.
Dalam pola pikir sederhana sekali, benar bahwa mobil murah akan menimbulkan kemacetan (mobil makin banyak), minyak tidak bisa dihemat (betul juga), benar juga bahwa mobil merupakan kebutuhan tertier dan benar bahwa bahan bakar bensin-lah yang merupakan bahan bakar orang miskin. Akan-tetapi, kalau coba kita timbang sedikit lagi, premis-premis calon senator ini ngaco. Kalau jakarta macet karena mobil murah, kenapa tidak kita buat bahwa mobil yang diizinkan ada di jakarta ini hanya mobil mewah. Kalau mobil yang boleh ada di Jakarta minimal berharga satu milyar, pasti tidak akan ada lagi kemacetan. Kenapa kebijakan ini tidak diambil? Karena kebijakan ini jelas-jelas tolol. Untuk premis kedua, pemerintah memberikan subsidi bensin berarti (paling tidak seharusnya) telah diperhitungkan bahwa pemerintah sanggup membayar bagian harga bensin yang dipakai seluruh penduduk. Kalau tidak subsidi akan diberikan lebih sedikit, dalam batas konsumsi tertentu, atau sama sekali tidak diberikan. Walaupun tidak ada mobil murah toh masyarakat bebas membeli bensin untuk dikonsumsi sesukanya. Program mobil murah, kemacetan dan bensin bersumber pada ranah-ranah yang yang berbeda. Kalau masalah kemacetan, yang jadi soal adalah masalah transportasi (yang salah urus), sedangkan kalau konsumsi BBM, pemerintah yang punya hitungan. Pernyataan pak calon senator ini sama saja dengan saran supaya lebih baik tidak punya jari daripada nanti berpotensi cantengan.
Premis ketiga jelas-jelas ketololan. Kalau ada barang murah, dan orang miskin sanggup membelinya, bagaimana dapat dikatakan bahwa itu membebani mereka. Lebih lanjut, tentang pernyataan yang bertolak belakang, jelas-jelas juga tidak ada hubungan. Kalau mobil murah karena teknologi yang maju dan butuh bahan bakar bagus, ya biarkan orang miskin memutuskan sendiri. Ini terkait dengan spesifikasi teknis, jelas-jelas tidak ada urusan dengan kebijakan pemerintah. Kalupun tidak bisa memakai bensin, bukankah itu membantu program pengurangan subsidi. Ditambah lagi, mobil murah kan tidak hanya untuk orang miskin. kalau orang kaya mau membeli dan memakai mobil murah kan boleh-boleh saja.
Kesimpulannya, aku marah kalau ada orang bicara seenak perutnya, menunjukkan kebodohannya, tapi malah digadang-gadang oleh media. Harusnya media itu saluran pendidikan masyarakat. kalau medianya tolol, rakyatnya goblok jadinya. Kalau rakyatnya goblok, bangsanya ancur-ancuran, berantakan. Kalau itu terjadi pada negri ini, aku patah hati. Aku telah jatuh cinta pada negri ini.
Hari ini yahoo bikin ku mencret. Di main wall-nya yahoo menempelkan artikel "gilanya mobil murah". Artikel ini dari Tribun News, mengomentari proyek mobil murah yang sedang ramai saat ini. Secara kualitas, artikel ini memang jurnalisme junk. Pemberitaan hanya berputar pada melaporkan pendapat Rommy, calon senator DKI. Pak calon senator (ngeriiii...) mengatakan bahwa ide mobil murah gila karena pertama berpotensi menimbulkan kemacetan, kedua akan meningkatkan konsumsi BBM, ketiga akan memberi beban pada masyarakat miskin (karena orang miskin hanya mikirin makan), dan terakhir dia menyayangkan komentar MS Hidayat pada Joko bahwa Jakarta harus memberikan hak warga miskin untuk membeli mobil murah yang bertolak belakang dengan pernyataan kalau memakai bensin (bukan pertamax) mobil ini hanya akan tahan dua tahun. Kurang ajar sekali dia. Baru beberapa hari lalu aku dan istri berbinar karena ada harapan segera punya mobil, dengan seenaknya dikatakannya ide ini gila.
Dalam pola pikir sederhana sekali, benar bahwa mobil murah akan menimbulkan kemacetan (mobil makin banyak), minyak tidak bisa dihemat (betul juga), benar juga bahwa mobil merupakan kebutuhan tertier dan benar bahwa bahan bakar bensin-lah yang merupakan bahan bakar orang miskin. Akan-tetapi, kalau coba kita timbang sedikit lagi, premis-premis calon senator ini ngaco. Kalau jakarta macet karena mobil murah, kenapa tidak kita buat bahwa mobil yang diizinkan ada di jakarta ini hanya mobil mewah. Kalau mobil yang boleh ada di Jakarta minimal berharga satu milyar, pasti tidak akan ada lagi kemacetan. Kenapa kebijakan ini tidak diambil? Karena kebijakan ini jelas-jelas tolol. Untuk premis kedua, pemerintah memberikan subsidi bensin berarti (paling tidak seharusnya) telah diperhitungkan bahwa pemerintah sanggup membayar bagian harga bensin yang dipakai seluruh penduduk. Kalau tidak subsidi akan diberikan lebih sedikit, dalam batas konsumsi tertentu, atau sama sekali tidak diberikan. Walaupun tidak ada mobil murah toh masyarakat bebas membeli bensin untuk dikonsumsi sesukanya. Program mobil murah, kemacetan dan bensin bersumber pada ranah-ranah yang yang berbeda. Kalau masalah kemacetan, yang jadi soal adalah masalah transportasi (yang salah urus), sedangkan kalau konsumsi BBM, pemerintah yang punya hitungan. Pernyataan pak calon senator ini sama saja dengan saran supaya lebih baik tidak punya jari daripada nanti berpotensi cantengan.
Premis ketiga jelas-jelas ketololan. Kalau ada barang murah, dan orang miskin sanggup membelinya, bagaimana dapat dikatakan bahwa itu membebani mereka. Lebih lanjut, tentang pernyataan yang bertolak belakang, jelas-jelas juga tidak ada hubungan. Kalau mobil murah karena teknologi yang maju dan butuh bahan bakar bagus, ya biarkan orang miskin memutuskan sendiri. Ini terkait dengan spesifikasi teknis, jelas-jelas tidak ada urusan dengan kebijakan pemerintah. Kalupun tidak bisa memakai bensin, bukankah itu membantu program pengurangan subsidi. Ditambah lagi, mobil murah kan tidak hanya untuk orang miskin. kalau orang kaya mau membeli dan memakai mobil murah kan boleh-boleh saja.
Kesimpulannya, aku marah kalau ada orang bicara seenak perutnya, menunjukkan kebodohannya, tapi malah digadang-gadang oleh media. Harusnya media itu saluran pendidikan masyarakat. kalau medianya tolol, rakyatnya goblok jadinya. Kalau rakyatnya goblok, bangsanya ancur-ancuran, berantakan. Kalau itu terjadi pada negri ini, aku patah hati. Aku telah jatuh cinta pada negri ini.
Comments
Post a Comment