Skip to main content

Posts

Menikmati percikan api demokrasi Indonesia

Dimana-mana orang berantem tentang pilihan presidennya. Bahannya beragam, dari masalah track record, kepribadian, kejiwaan, janji-janji sampai bayangan orang-orang yang berdebat tersebut tentang jagonya. Bahkan ada pula yang membuat joke, kartun, komik, meme untuk mendukung jagoannya dan menjatuhkan lawannya. Tak hanya di sarana pribadi, sosial media, bahkan media pun ikut berseteru menyorong-sorongkan sang jago untuk di pilih.  Melihat hal ini, ada sedikit rasa risih,  Indonesia seperti sudah mau perang saja, tapi dalam pikiran yang lebih dalam saya bangga.  Indonesia telah makin dewasa. Semua hal ini menunjukkan adanya dinamika pemikiran, ada api persaingan memperjuangkan ide, ada nyawa kehidupan bernegara. Terus terang, saya menikmati pertarungan sebulan belakangan ini.  Yang jadi keresahan saya adalah, setelah musim kampanye ini berlalu, selanjutnya apa? Apakah akan berakhir seperti piala dunia, pesta kemenangan semalam suntuk karena jagonya juara ( padahal bukan...

GOLPUT, A Note On Citizenship Decision, Not to Vote

In his  Side Note article (Catatan Pinggir) in Tempo Magazine March 31st, 2014, Goenawan Moehammad made an euphemism for those who do not vote (golput) as Bartleby. He took it from Herman Merville, Bartleby the Scrivener. He made an opening premise for his note that those who do not vote, as those who refuse but do not really refuse. Taking the story to make his point further, GM explore the absurdity of refusing but not really refuse by taking his opinion and comments on the story. Reading the whole article, in my opinion, Goenawan is trying to make a phylosophical discourse on absurdity of being the white group (golput). I do not mind of his discourse and even partly agree with his discussion that Bartleby is complicated. However, I do not agree with his early concluding premise that refusing by not refusing is golput. Golput is not always, "I would like to but I prefer not to". For me it is I refuse to because it is not what how I want it to be. The distinction is immin...

Kenapa Harus ada UMR

Saat dekat-dekat bulan Mei, isu ini sering menjadi pembicaraan hangat. Saat May-Day , teriakan UMR, UMP atau apalah namanya gaji minimal ini, dia jadi isu sentral SPSI, TiVi sampai LSM gono gini. Kalau ditimbang-timbang, hampir tidak ada habisnya urusan ini. Kata orang, namanya juga soal periuk nasi, mau bilang apa lagi. Saban waktu, saat Jokowi menaikkan UMR lebih dari  40persen, banyak pengusaha protas-protes, katanya kalau begitu mereka tidak sanggup lagi berusaha. Pak Sofyan Wanandi sampai tampil di TiVi berkali-kali, mewakili pengusaha Indonesia katanya. Setelah Jokowi dan Basuki bertahan menaikkan, banyak yang memuji, banyak juga yang mencibiri. Ada yang bilang bagus, ada yang menyerang. Ahok kurang lebih bilang,"mana bisa hidup di Jakarta dengan kurang dari dua juta". Yang lain menyerang, "ini ekspor udah kurang-kurang, Rupiah mulai goyang-goyang, Jokowi harusnya lebih banyak menimbang", Kurang lebih. Entah mana yang benar, entahlan, mana kita tau, h...

Jan asa malantong..

Arti Jan Asa Malantong adalah jangan asal meletus. Maknanya, kalau bicara, berkomentar jangan asal. Sudah lama ku tahan tidak komentar tentang apa-apa, setidaknya di blog ini, tapi seperti kentut yang ditahan-tahan, lama kelamaan harus juga dilepaskan. Karena merasa "aa nan takana" kadang tak semua harus dikatakan, blog ini telah lama tidak diberi perhatian. Sebenarnya selama ini bukan tidak ada yang mengganjal, hanya saja ku tahan. Pikirku, ide dan pendapat harus ditimbang dang di matangkan sebelum diungkapkan. Hari ini yahoo bikin ku mencret. Di main wall-nya yahoo menempelkan artikel " gilanya mobil murah ". Artikel ini dari Tribun News, mengomentari proyek mobil murah yang sedang ramai saat ini. Secara kualitas, artikel ini memang jurnalisme junk . Pemberitaan hanya berputar pada melaporkan pendapat Rommy, calon senator DKI. Pak calon senator (ngeriiii...) mengatakan bahwa ide mobil murah gila karena pertama berpotensi menimbulkan kemacetan, kedua akan meningk...

Bento, Bento, Bento

Tadi malam anakku merajuk. Dia minta dibelikan anggur, tapi oleh istri tidak dibelikan. Istriku bukan tidak mau membelikan, buah itu tidak ada di pasar. Terasa sedih dihatiku. Sungguh terasa miskin badan ini, anak minta buah aku tak sanggup membelikan. Terenyuhnya hatiku mungkin belum seberapa. Aku yakin ada lebih banyak hati orang tua yang sedih diluar sana. Mereka bekerja keras dan mendapat penghasilan yang seharusnya mereka tidak hidup miskin. Tapi, sungguh sayang, negara membuat mereka miskin. Sungguh sangat berbeda dengan apa yang ku mengerti. Selama ini ku berpikir tujuan negara adalah untuk memakmurkan rakyat. Bulan-bulan terakhir, pemeritah bermain-main dengan kebijakan perdagangan. Mereka membatasi impor buah, sayur (hortikultura), terigu dan daging. Pemasukan barangpun dibatasi ke pelabuhan tertentu. Menteri perdagangan dan pertanian beralasan bahwa kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing petani. Tujuannya agar petani hidup lebih makmur. Apa hubungannya an...

Sapi belang murid pak Oemar Bakrie

Diselingi iringan Nusantara 1. dari Koes Plus, diantarkan dari perenungan akan sebuah pameo lama yang tadi ditulis seorang teman di status Facebooknya, "kalau ingin kaya jangan jadi PNS", kemarahan yang telah ditahan-tahan akhirnya pecah juga. Jadi miskin kok bangga... apa mau sok qanaah... Bullshit!!! Konsep bahwa kalau ingin kaya jangan jadi pegawai negeri inilah yang membuat negara ini salah urus. Ini jugalah yang membuat korupsi meraja lela. Hal ini pula yang membuat negara berpihak pada orang kaya. Inilah yang membuat orang-orang pintar yang masuk pemerintahan adi tolol, orang baik jadi brengsek. orang alim pun jadi koruptor. Alasannya? Jiwanya telah diamputasi dan "There is nothing like a sight of amputated spirit, there is no prosthetic for that," Menerima kemiskinan adalah menerima kekalahan. Hanya orang miskin yang bisa dibeli dan perdagangkan, karena harganya rendah. Kredo ini adalah refleksi keinginan jadi orang kaya yang ditahan karena terlanjur jadi...

Heart Breaking News

Tired but excited, stranded in Tokyo on my way home to Bukittinggi, this morning I was waken up by a breaking news. Obama wipe his tears while addressing the massacre done by Ryan Lanza in an elementary school, Newtown Connecticut. Directly, this thing shocked me, it put a bang in my head. I can feel what those more than twenty children's parents feel. I really do, I cannot imagine what a heart break it is. I do not believe I will be able to receive such condition in a sane manner. Though I do not know you, and you do not know me, please accept my deepest condolence.  lukamu, lukaku. luka kita luka kaku*. This thing is a tragedy, although happen locally, but this is a humanitarian tragedy. Children, what ever their race, nationality, and where ever they are in this world, are holy. They are holier than any saint. If threatening a saint is a sin, killing them is a condemned sin. May the soul who ever do this rot in hell for ever. It is emotional indeed, and I say it should...